BAB I
Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Dakwah merupakan perbuatan baik menurut ajaran
agama islam dengan tujuan menebar kebaikan. Sebenarnya dakwah tidak hanya
dengan berceramah tetapi bisa juga dengan berperilaku baik agar menjadi
perhatian penting bagi jalannya ajaran
agama islam. Tetapi dakwah biasa dilakukan dengan amal ma’ruf nahi munkan
dengan cara berlisan. Untuk itu kita jadikan dakwah seefektif mungkin agar
mudah diterima diseluruh aspek masyarakat. Penerimaan dakwah secara tepat dapat
menghasilkan kondisi suasana lingkungan yang agamis dan kondisi taat sangat
nampak terlihat. Tapi bagaimana jika situasi seperti itu dapat kita lihat
dimasyarakat sosial yang cakupannya luas antar di pedesaan dan di perkotaan
dalam hal yang menyangkut dengan mata pencaharian di kedua keadaan tersebut.
Sesuai firman Allah Ta’ala : “demi masa,
sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali orang yang beriman, beramal soleh,
saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran. “
(Al-Ashr : 1-4)
Dakwah tidak terlepas dari tiga aspek yaitu
pendakwah, materi, dan pendengarnya. Ketiga aspek ini harus saling berkaitan
erat agar tersampaikan tujuan dakwah dengan benar sehingga tidak meninbulkan
kesalah pahaman tentang ajaran agama islam yang syar’iyah.
Dalam kehidupan masyarakat modern sekarang ini
sering dibedakan antara mayarakat urban atau yang sering disebut dengan
masyarakat kota dengan masyarakat desa. Pembedaan antara masyarakat kota dengan
masyarakat desa pada hakikatnya bersifat gradual, agak sulit memberikan batasan
apa yang dimaksud dengan perkotaan karena adanya hubungan antara konsetrasi
penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan urbanisme dan tidak semua
tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi dapat disebut dengan perkotaan.
2. Perumusan
masalah
Dalam penerimaan dakwah dari segi mata
pencahariannya antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan penulis merumuskan maslah :
a. Bagaimana penerimaan dakwah masyarakat di
pedesaan dalam hal mata pencaharian
b. Bagaimana penerimaan dakwah masyarakat di
perkotaan dalam hal mata pencaharian.
3. Pembatasan
masalah
Dengan menuangkan gagasan dalam kaliamat
penulis mencoba menjelaskan karakteristik penerimaan dakwah dari segi mata
pencaharian di pedesaan dan perkotaan. Dengan melihat keadaan sosial
kemasyarakatan di perdesaan pasti berbeda dengan didaerah kota. Hal ini
berpengaruh terhadap penerimaan dakwah yang tepat sehingga menghasilkan
feedback yang baik antara umat beragama muslim dalam bidang perekonomian hal
mata pencaharian.
Dalam
tingkat dinamika sosial yang berbeda antar masyarakat, maka penerimaan dakwah
diperlukan pemahan yang tuntas serta konperhensif mengenai dakwah itu sendiri.
Hakikatnya dakwah adalah kesadaran spriritual dalam bentuk ikhtiar seorang
muslim untuk mewujudnyatakan ajaran-ajaran agama islam.
4.
Tujuan
Dalam makalah ini penulis memiliki tujuan untuk
mengetahui seperti apa penerimaan dakwah pada masyarakat pedesaan dan
masyarakat perkotaan, dalam perbedaan karakteristik mata pencaharian masyarakat tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Penerimaan
Dakwah
Dakwah artinya seruan, ajakan,
panggilan, atau mendakwah berarti usaha meyeru, menyampaikan/Da’wah Islamiah,
maksudnya usaha menyampaikan prinsip-prinsip ajaran Islam, pembinaan dan pengembangannya
ditengah-tengah
masyarakat.
Da’wah akan
berhadapan dengan dimensi masyarakat, yang dari kurun ke kurun berkembang dan
memiliki karakternya masing-masing. Da’wah yang efektif tentu harus cerdas
dalam memainkan peran dan fungsinya agar fungsi rahmatan lil `alamin
yang dipikulnya dapat bekerja optimal. Dengan kata lain, modal da’wah pada
setiap zaman tentu akan berbeda, karena mesti dibawakan, dikomunikasikan,
disesuaikan dengan karakter zamannya. Pesan Rasulullah SAW sangat jelas, "khotibunnasi
‘ala qodri `uqulihim‘; "khotibunnas ‘ala lughotihim"
Da’wah harus mampu berkomunikasi secara efektif, disesuaikan dengan kondisi dan
karakter masyarakat yang menjadi obyek da’wahnya.
Bila cara
dan muatan da’wah tidak "match" dengan situasi/kondisi dan
tuntutan da’wah, sangat mungkin da’wah tersebut ditinggalkan orang.
Aktivis da’wah seharusnya mengenal dan memahami karakter medan da’wahnya.
Kehidupan masyarakat di masa da’wah kita adalah masyarakat yang tata dan pola
kehidupannya sangat complicated, baik kecenderungan (trend), gaya
(style), kebiasaan (habit), ataupun keinginan dan kebutuhan
mereka (will and need). Budaya global juga menjadi salah satu pemicu
berubahnya secara signifikan pola dan tata kehidupan masyarakat.
Penerimaan dahwah pada era kontemporer ini dihadapkan pada berbagai
problematika yang lain. Hal ini tidak terlepas dari adanya perkembangan
masyarakat yang semakin maju. Pada masyarakat agraris kehidupan manusia penuh
dengan kesahajaan tentunya memiliki problematika hidup yang berbeda dengan
masyarakat kontemporer yang cenderung matrealistik dan indifidualistik.
2.
Kondisi Mata Pencaharian
Masyarakat Pedesaan serta hubungannya dengan penerimaan dakwahnya.
Desa, kampung atau dusun merupakan area pemukiman yang
biasa terletak di daerah dataran tinggi dan jauh dari keramaian kota, dengan
mata pencaharian yang relatif sama antar warganya seperti bertani,
nelayan dan berternak (lebih mengutamanakan potensi alam), dan sangat
bersifat toleran dalam arti sangat mementingkan aspek kebersamaan dan
kekeluargaan antar sesama warga di desanya.
Pengertian dari Masyarakat Pedesaan adalah menurut Paul H. Landis, masyarakat
pedesaa adalah sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah tertentu
dan penghuninya mempunyai hubungan erat dan mempunyai perasaan yang sama
terhadap adat kebiasaan yang ada, serta menunjukkan adanya kekeluargaan di
dalam kelompok mereka, seperti gotong royong dan tolong-menolong.
Desa, kampung atau dusun merupakan area pemukiman yang biasa terletak di daerah
dataran tinggi dan jauh dari keramaian kota, dengan mata pencaharian yang
relatif sama antar warganya seperti bertani, nelayan dan berternak (lebih
mengutamanakan potensi alam), dan sangat bersifat toleran dalam arti sangat
mementingkan aspek kebersamaan dan kekeluargaan antar sesama warga di desanya.
Dibawah ini merupakan beberapa ciri-ciri masyarakat pedesaan yang akan
berkaitan erat dengan penggunaan metode dakwah yang efektif di pedesaan.
Sedangkan Menurut Landis ( ilmuan
sosiologis), terdapat beberapa karateristik masyarakat desa yang perlu
dipahami, antara lain yaitu:
1. Umumnya mereka curiga terhadap orang luar
yang masuk
2. Para orang tua umumya otoriter terhadap
anak-anaknya
3. Cara berfkir dan sikapnya konservatif dan
statis
4.
Mereka amat toleran terhadap nilai-nlai budayanya sendiri, sehingga kurang toleran
terhadap budaya lain
5. Adanya sikap pasrah menerima nasib dan
kurang kompetitif
6. Memiliki sikap kurang komunikatif
dengan kelompok sosial diatasnya.
Adapun beberapa karakteristik penerimaan dakwah di daerah pedesaan antara
lain yaitu :
1) Metode dakwah yang biasa dilakukan
di pedesaan biasanya secara langsung misalnya dengan pengajian, tabliq akbar
dan face to face, hal ini disebabkan karena waktu dan rutinitas
yang dilakukan orang pedesaan relative masih rendah atau masih banyak waktu
kosong serta sikap individualismenya masih rendah. Dan menjadikan masjid atau
musholah sebagai tempat utama dalam berdakwah serta pesantren sebagai tempat
utama untuk pendidikan anaknya.
2) Dari aspek penda’i biasanya cenderung
lebih bersifat otoriter dalam hal penyampaian materi dakwahnya, hal ini karena
sifat mad’u nya yang pasif dan mudah menerima bukan kritikal sehingga dengan
sikap otoriter membuat mad’u mudah menerima apasaja yang disampaikan oleh da’i.
3) Materi dakwah di pedesaan biasanya lebih
bersifat agamis contohnya seperti: ibadah, fikih, akhlak dan muamalah.
Masyarakat pedesaan tidak begitu suka dengan materi dakwah yang
disangkutpautkan dengan ilmu teknilogi ataupun politik negara.
4) Citra da’i menjadi hal yang sangat
penting dalam menyampaikan dakwah di pedesaan dibandingkan dengan isi dakwah
itu sendiri karena sifat masyarakat desa yang sangat menghargai orang-orang
yang berilmu dan jiwa sosialitasnyatasnya yang tinggi.
5) Masyarakat di pedesaan lebih menyukai
dakwah yang sesuai dengan tradisi mereka yang telah ada artinnya tidak mudah
unutk menerima pemahaman baru yang berbeda dengan pemahaman islam yang telah
ada di desa tersebut.
3.
Kondisi Mata Pencaharian
Masyarakat Perkotaan serta hubungannya dengan penerimaan dakwahnya.
Pengertian dari Masyarakat perkotaan adalah Masyarakat perkotaan sering
disebut urban community. Masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat
kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat
pedesaan. Selain itu, definisi dari masyarakat perkotaan, adalah sekumpulan
orang yang tinggal di suatu tempat yang kehidupannya sudah serba modern.
Mata pencaharian mereka yang cenderung
mengedepankan teknologi terkini untuk mengefisienkan waktu. Banyak dari
sebagian masyarakat perkotaan bekerja di perkantoran, bisnis e-comerce,
education dan lain-lain yang berbau pemakaian teknologi terbaru. Mata pencahariannya sangat beragam
sesuai dengan keahlian dan ketrampilannya. Pengaruh alam
terhadap masyarakat kota kecil.
Corak kehidupan sosialnya bersifat gessel schaft (patembayan),
lebih individual dan kompetitif.
Bila cara dan muatan da’wah tidak
"match" dengan situasi/kondisi dan tuntutan da’wah, sangat
mungkin da’wah tersebut ditinggalkan orang. Aktivis da’wah seharusnya
mengenal dan memahami karakter medan da’wahnya. Kehidupan masyarakat di masa
da’wah kita adalah masyarakat yang tata dan pola kehidupannya sangat complicated,
baik kecenderungan (trend), gaya (style), kebiasaan (habit),
ataupun keinginan dan kebutuhan mereka (will and need). Budaya global
juga menjadi salah satu pemicu berubahnya secara signifikan pola dan tata
kehidupan masyarakat.
Dahwah pada era kontemporer ini dihadapkan pada berbagai problematika yang
lain. Hal ini tidak terlepas dari adanya perkembangan masyarakat yang semakin
maju. Pada masyarakat agraris kehidupan manusia penuh dengan kesahajaan
tentunya memiliki problematika hidup yang berbeda dengan masyarakat kontemporer
yang cenderung matrealistik dan indifidualistik.
Begitu juga tantangan problematika dakwah akan dihadapkan pada berbagai
persoalan yang sesuai dengan tuntutan pada era sekarang. Ada tiga problematika
besar yang dihadapi dakwah pada era kontemporer ini, Pertama, pemahaman
masyarakat pada umumnya terhadap dakwah lebih diartikan sebagai aktifitas yang
bersifat oral communication (tablih) sehingga aktifitas dakwah lebih
beriontasi pada kegiatan-kegiatan caramah. Kedua , problematika yang
berasifat epistemologis. Dakwah pada era sekarang bukan hanya bersifat
rutinitas, temporal dan instan, melainkan dakwah membutuhkan paradigma
keilmuan. Dengan adanya keilmuan dakwah tentunya hal-hal yang terkait dengan
langkah srategis dan teknis dapat dicari runjukannya melalui teori-teori
dakwah. Ketiga, problem yang menyangkut sumber daya manusia.
Oleh karena itu dakwah akan
mempunyai suatu tugas pembentukan individu, pembinaan umat, pembangunan masyarakat
dan mencerdaskannya. Dakwah mengandung lingkup yang sangat luas ruang
lingkupnya seluas kehidupan manusia itu sendiri. Dakwah tidak terbatas kepada
tabligh tapi dapat pula berbentuk tindakan dan perbuatan nyata. Dakwah
dimanivestasikan dalam kehidupan sehari-hari seperti dikantor, bergaul dengan
tetangga, di pasar, bergaul dengan sesama. Dengan demikian opini publik tentang
Islam menjadi baik, timbul rasa senang dan simpati yang pada akhirnya ingin
mengelompokkan diri ke dalam kelompok muslim yang taat.
Agar supaya dakwah dalam konteks kekinian dan kedisinian kita dapat berdaya
guna dan berhasil guna maka diperlukan para juru dakwah yang professional dengan
kemampuan ilmiah, wawasan luas yang bersifat generalis, memiliki kemampuan
penguasaan, kecakapan, kekhususan yang tinggi. Orang yang seperti ini adalah
orang yang percaya diri, berdisiplin tinggi, tegar dalam berpendirian dan
memilik integritas moral keprofesionalan yang tinggi. Mampu bekerja secara
perorangan dan secara tim dengan sikap solidaritas atas komitmen dan konsisten
yang teruji kokoh. Untuk menjadi tenaga dakwah yang professional, menurut Prof.
Dr. H. Djudju Sudjana (1999), seorang da’i harus memiliki tiga kompetensi,
yaitu kompetensi akademik, kompetensi pribadi, dan kompetensi sosial.
Mendakwahkan Islam berarti memberikan jawaban Islam terhadap berbagai
permasalahan umat. Karenanya dakwah Islam selalu terpanggil untuk menyelasaikan
berbagai permasalahan yang sedang dan akan dihadapi oleh umat manusia. Meskipun
misi dakwah dari dulu sampai sekarang tetap sama yaitu mengajak umat manusia
kedalam sistem Islam, namun tantangan dakwah berupa problematika umat
senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Untuk mengatasi berbagai persoalan
diatas, tidak cukup hanya dengan melakukan program dakwah yang konvensional,
sporadis, proaktif, dan reaktif, tetapi harus bersifat profesional, strategis,
dan pro-aktif.
Sukses tidaknya suatu kegiatan dakwah bukanlah diukur melalui gelak tawa atau
tepuk riuh pendengarnya, bukan pula dengn ratap tangis mereka. Kesuksesan
dakwah dapat dilihat pada bekas yang ditinggalkan dalam benak pendengarnya
ataupun tercermin dalam tingkah laku mereka. Untuk mencapai hasil yang
maksimal, tidak dapat lain dakwah Islam harus dilaksanakan secara efektif.
Efektifitas dapat diartikan sampai dimana suatu organisasi dapat mencapai
tujuan-tujuan utama yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan proses
dakwah, maka efektifitas dakwah dapat diukur melalui tingkat keberhasilan
dakwah dalam mencapai tingkta out put sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan, yaitu terbentuknya kondisi yang Islami.
BAB
III
KESIMPULAN
Berdakwah
yang merupakan hal terpenting dalam menjalankan ajaran agama haruslah berjalan
seefektif mungkin. Untuk melihat efektifitas berdakwah, pendakwah selayaknya
mengetahui segala aspek yang mendukung berjalanya dakwah yang efektif terutama
dalam aspek keadaan sosial kemasyarakatan. Karena seperti keadaan sosial di
perkotaan sangat berbeda dengan keadaan sosial di masyarakat pedesaan yang
menjadikan metode, materi dan sifat pendakwah pun harus berbeda menyesuaikan
kondisi masyarakat yang ada.
Untuk dakwah di pedesaan dilihat dari aspek ciri-ciri masyarakat, keadaan sosial
masyarakatnya dapat disimpulakn bahwa dakwah di daerah pedesaan yang
efektif haruslah: menggunakan metode intrapersonal(langsung) dalam
meyampaikan dakwahnya, materi dakwah harus bersifat agamis seperti
masalah ibadah, fikih dan akhlak, mengutamankan citra da’i, da’I harus bersifat
otorites namun tetap mempunyai jiwa sosial yang tinggi dan dakwah harus
bersifat informatif persuasif bukan yang hanya bersifat informatif saja
sehingga aspek ilmu dan perbuatannya bisa dapat dilakukan oleh masyarakat desa.
Pada masyarakat kota ada beberapa ciri-ciri yang menonjol, pada umumnya
masyarakat kota dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada
orang lain; masyarakat kota mempunyai jalan pikiran rasional yang meenyebabkan
interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan
daripada faktor pribadi; jalan kehidupan yang cepat di kota mengakibatkan
pentingnya faktor waktu sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting
untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu; dan
perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota karena kota
biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar. Beberapa ciri-ciri masyarakat
kota yang selalu berusaha meningkatkan kualitas hidupnya dan terbuka dalam
menerima pengaruh luar tersebut menyebabkan teknologi terutama teknologi
informasi berkembang dengan pesat dalam masyarakat kota karena bagi masyarakat
kota penggunaan teknologi informasi di segala bidang telah sangat signifikan
meningkatkan kualitas kehidupan mereka.
Daftar Pustaka
Anjara. Dakwah di Pedesaan dan di Perkotaan. 07 November 2016
http://anjarraa24.blogspot.co.id/2014/07/dakwah-di-perkotaan-dan-di-pedesaan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar