Rabu, 09 November 2016

Perbedaan Penerimaan Dakwah Pada Masyarakat di Pedesaan dan Masyarakat di Perkotaan dalam Hal Mata Pencaharian



Makalah Ilmu Sosial Dasar
Perbedaan Penerimaan Dakwah Pada Masyarakat di Pedesaan dan Masyarakat di Perkotaan dalam Hal Mata Pencaharian


 Disusun Oleh :
Yustika Maulida (57416879)
Kelas 1IA08
Fakultas Teknik Industri
Jurusan Teknik Informatika
Unversitas Gunadarma
2016

Daftar Isi
1.      Daftar Isi 
2.      Kata Pengantar 
3.      BAB I
Pendahuluan 
4.      BAB II
           Pembahasan   
5.      BAB III
           Kesimpulan 
6.      Daftar Pustaka

Kata Pengantar
                Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah memberikan beribu nikmatnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul  Perbedaan Penerimaan Dakwah Pada Masyarakat di Pedesaan dan Masyarakat di Perkotaan dalam Hal Mata Pencaharian . adapun banyak kesalahan dan kekurangan dari penulis mohon dimaafkan karena tak ada gading yang tak retak. Terimakasih pula kepada dosen pembimbing yang telah mencurahkan ilmunya kepada penulis. Serta ucapan terimakasih kepada keluarga dan teman-teman terutama teman blogger yang telah berbagi ilmunya pada blognya.

                                                                                                   Depok, 07 November 2016
Penyusun

BAB I
Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Dakwah merupakan perbuatan baik menurut ajaran agama islam dengan tujuan menebar kebaikan. Sebenarnya dakwah tidak hanya dengan berceramah tetapi bisa juga dengan berperilaku baik agar menjadi perhatian penting  bagi jalannya ajaran agama islam. Tetapi dakwah biasa dilakukan dengan amal ma’ruf nahi munkan dengan cara berlisan. Untuk itu kita jadikan dakwah seefektif mungkin agar mudah diterima diseluruh aspek masyarakat. Penerimaan dakwah secara tepat dapat menghasilkan kondisi suasana lingkungan yang agamis dan kondisi taat sangat nampak terlihat. Tapi bagaimana jika situasi seperti itu dapat kita lihat dimasyarakat sosial yang cakupannya luas antar di pedesaan dan di perkotaan dalam hal yang menyangkut dengan mata pencaharian di kedua keadaan tersebut.
Sesuai firman Allah Ta’ala : “demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali orang yang beriman, beramal soleh, saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran. “ (Al-Ashr : 1-4)
                        Dakwah tidak terlepas dari tiga aspek yaitu pendakwah, materi, dan pendengarnya. Ketiga aspek ini harus saling berkaitan erat agar tersampaikan tujuan dakwah dengan benar sehingga tidak meninbulkan kesalah pahaman tentang ajaran agama islam yang syar’iyah.
                            Dalam kehidupan masyarakat modern sekarang ini sering dibedakan antara mayarakat urban atau yang sering disebut dengan masyarakat kota dengan masyarakat desa. Pembedaan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa pada hakikatnya bersifat gradual, agak sulit memberikan batasan apa yang dimaksud dengan perkotaan karena adanya hubungan antara konsetrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan urbanisme dan tidak semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi dapat disebut dengan perkotaan.  
2.      Perumusan masalah
Dalam penerimaan dakwah dari segi mata pencahariannya antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan  penulis merumuskan maslah :
a.      Bagaimana penerimaan dakwah masyarakat di pedesaan dalam hal mata pencaharian
b.      Bagaimana penerimaan dakwah masyarakat di perkotaan dalam hal mata pencaharian.
3.      Pembatasan masalah
Dengan menuangkan gagasan dalam kaliamat penulis mencoba menjelaskan karakteristik penerimaan dakwah dari segi mata pencaharian di pedesaan dan perkotaan. Dengan melihat keadaan sosial kemasyarakatan di perdesaan pasti berbeda dengan didaerah kota. Hal ini berpengaruh terhadap penerimaan dakwah yang tepat sehingga menghasilkan feedback yang baik antara umat beragama muslim dalam bidang perekonomian hal mata pencaharian.
            Dalam tingkat dinamika sosial yang berbeda antar masyarakat, maka penerimaan dakwah diperlukan pemahan yang tuntas serta konperhensif mengenai dakwah itu sendiri. Hakikatnya dakwah adalah kesadaran spriritual dalam bentuk ikhtiar seorang muslim untuk mewujudnyatakan ajaran-ajaran agama islam.

4.      Tujuan
Dalam makalah ini penulis memiliki tujuan untuk mengetahui seperti apa penerimaan dakwah pada masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, dalam perbedaan karakteristik  mata pencaharian masyarakat tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN
1.                       Pengertian Penerimaan Dakwah
            Dakwah artinya seruan, ajakan, panggilan, atau mendakwah berarti usaha meyeru, menyampaikan/Da’wah Islamiah, maksudnya usaha menyampaikan prinsip-prinsip ajaran Islam, pembinaan dan pengembangannya ditengah-tengah masyarakat.         
               Da’wah akan berhadapan dengan dimensi masyarakat, yang dari kurun ke kurun berkembang dan memiliki karakternya masing-masing. Da’wah yang efektif tentu harus cerdas dalam memainkan peran dan fungsinya agar fungsi rahmatan lil `alamin yang dipikulnya dapat bekerja optimal. Dengan kata lain, modal da’wah pada setiap zaman tentu akan berbeda, karena mesti dibawakan, dikomunikasikan, disesuaikan dengan karakter zamannya. Pesan Rasulullah SAW sangat jelas, "khotibunnasi ‘ala qodri `uqulihim‘; "khotibunnas ‘ala lughotihim" Da’wah harus mampu berkomunikasi secara efektif, disesuaikan dengan kondisi dan karakter masyarakat yang menjadi obyek da’wahnya.
                 Bila cara dan muatan da’wah tidak "match" dengan situasi/kondisi dan tuntutan da’wah, sangat mungkin da’wah tersebut ditinggalkan orang.  Aktivis da’wah seharusnya mengenal dan memahami karakter medan da’wahnya. Kehidupan masyarakat di masa da’wah kita adalah masyarakat yang tata dan pola kehidupannya sangat complicated, baik kecenderungan (trend), gaya (style), kebiasaan (habit), ataupun keinginan dan kebutuhan mereka (will and need). Budaya global juga menjadi salah satu pemicu berubahnya secara signifikan pola dan tata kehidupan masyarakat.
             Penerimaan dahwah pada era kontemporer ini dihadapkan pada berbagai problematika yang lain. Hal ini tidak terlepas dari adanya perkembangan masyarakat yang semakin maju. Pada masyarakat agraris kehidupan manusia penuh dengan kesahajaan tentunya memiliki problematika hidup yang berbeda dengan masyarakat kontemporer yang cenderung matrealistik dan indifidualistik.
2.                  Kondisi Mata Pencaharian  Masyarakat Pedesaan serta hubungannya dengan penerimaan dakwahnya.
Desa, kampung atau dusun merupakan area pemukiman yang biasa terletak di daerah dataran tinggi dan jauh dari keramaian kota, dengan mata pencaharian yang relatif sama antar warganya seperti bertani, nelayan  dan berternak (lebih mengutamanakan potensi alam), dan sangat bersifat toleran dalam arti sangat mementingkan aspek kebersamaan dan kekeluargaan antar sesama warga di desanya.


            Pengertian dari Masyarakat Pedesaan adalah menurut Paul H. Landis, masyarakat pedesaa  adalah sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah tertentu dan penghuninya mempunyai hubungan erat dan mempunyai perasaan yang sama terhadap adat kebiasaan yang ada, serta menunjukkan adanya kekeluargaan di dalam kelompok mereka, seperti gotong royong dan tolong-menolong.
            Desa, kampung atau dusun merupakan area pemukiman yang biasa terletak di daerah dataran tinggi dan jauh dari keramaian kota, dengan mata pencaharian yang relatif sama antar warganya seperti bertani, nelayan  dan berternak (lebih mengutamanakan potensi alam), dan sangat bersifat toleran dalam arti sangat mementingkan aspek kebersamaan dan kekeluargaan antar sesama warga di desanya. Dibawah ini merupakan beberapa ciri-ciri masyarakat pedesaan yang akan berkaitan erat dengan penggunaan metode dakwah yang efektif di pedesaan.
            Sedangkan Menurut Landis ( ilmuan sosiologis), terdapat beberapa karateristik masyarakat desa yang perlu dipahami, antara lain yaitu:
1.      Umumnya mereka curiga terhadap orang luar yang masuk
2.      Para orang tua umumya otoriter terhadap anak-anaknya
3.      Cara berfkir dan sikapnya konservatif dan statis
4.      Mereka amat toleran terhadap nilai-nlai budayanya sendiri, sehingga kurang toleran terhadap budaya lain
5.      Adanya sikap pasrah menerima nasib dan kurang kompetitif
6.      Memiliki sikap  kurang komunikatif dengan kelompok sosial diatasnya.
Adapun beberapa karakteristik penerimaan dakwah di daerah pedesaan antara lain yaitu :
1)       Metode dakwah yang biasa dilakukan di pedesaan biasanya secara langsung misalnya dengan pengajian, tabliq akbar dan face to face, hal ini disebabkan karena waktu  dan rutinitas yang dilakukan orang pedesaan relative masih rendah atau masih banyak waktu kosong serta sikap individualismenya masih rendah. Dan menjadikan masjid atau musholah sebagai tempat utama dalam berdakwah serta pesantren sebagai tempat utama untuk pendidikan anaknya.
2)      Dari aspek penda’i biasanya cenderung lebih bersifat otoriter dalam hal penyampaian materi dakwahnya, hal ini karena sifat mad’u nya yang pasif dan mudah menerima bukan kritikal sehingga dengan sikap otoriter membuat mad’u mudah menerima apasaja yang disampaikan oleh da’i.
3)      Materi dakwah di pedesaan biasanya lebih bersifat agamis contohnya seperti: ibadah, fikih, akhlak dan muamalah. Masyarakat pedesaan tidak begitu suka dengan materi dakwah yang disangkutpautkan dengan ilmu teknilogi ataupun politik negara.
4)      Citra da’i menjadi hal yang sangat penting dalam menyampaikan dakwah di pedesaan dibandingkan dengan isi dakwah itu sendiri karena sifat masyarakat desa yang sangat menghargai orang-orang yang berilmu dan jiwa sosialitasnyatasnya yang tinggi.
5)      Masyarakat di pedesaan lebih menyukai dakwah yang sesuai dengan tradisi mereka yang telah ada artinnya tidak mudah unutk menerima pemahaman baru yang berbeda dengan pemahaman islam yang telah ada di desa tersebut.
3.        Kondisi Mata Pencaharian  Masyarakat Perkotaan serta hubungannya dengan penerimaan dakwahnya.
  Pengertian dari Masyarakat perkotaan  adalah Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Selain itu, definisi dari masyarakat perkotaan, adalah sekumpulan orang yang tinggal di suatu tempat yang kehidupannya sudah serba modern.
      Mata pencaharian mereka yang cenderung mengedepankan teknologi terkini untuk mengefisienkan waktu. Banyak dari sebagian masyarakat perkotaan bekerja di perkantoran, bisnis e-comerce, education dan lain-lain yang berbau pemakaian teknologi terbaru. Mata pencahariannya sangat beragam sesuai dengan keahlian dan ketrampilannya. Pengaruh alam terhadap masyarakat kota kecil. Corak kehidupan sosialnya bersifat gessel schaft (patembayan), lebih individual dan kompetitif.
Bila cara dan muatan da’wah tidak "match" dengan situasi/kondisi dan tuntutan da’wah, sangat mungkin da’wah tersebut ditinggalkan orang.  Aktivis da’wah seharusnya mengenal dan memahami karakter medan da’wahnya. Kehidupan masyarakat di masa da’wah kita adalah masyarakat yang tata dan pola kehidupannya sangat complicated, baik kecenderungan (trend), gaya (style), kebiasaan (habit), ataupun keinginan dan kebutuhan mereka (will and need). Budaya global juga menjadi salah satu pemicu berubahnya secara signifikan pola dan tata kehidupan masyarakat.
                  Dahwah pada era kontemporer ini dihadapkan pada berbagai problematika yang lain. Hal ini tidak terlepas dari adanya perkembangan masyarakat yang semakin maju. Pada masyarakat agraris kehidupan manusia penuh dengan kesahajaan tentunya memiliki problematika hidup yang berbeda dengan masyarakat kontemporer yang cenderung matrealistik dan indifidualistik.
                  Begitu juga tantangan problematika dakwah akan dihadapkan pada berbagai persoalan yang sesuai dengan tuntutan pada era sekarang. Ada tiga problematika besar yang dihadapi dakwah pada era kontemporer ini, Pertama, pemahaman masyarakat pada umumnya terhadap dakwah lebih diartikan sebagai aktifitas yang bersifat oral communication (tablih) sehingga aktifitas dakwah lebih beriontasi pada kegiatan-kegiatan caramah. Kedua , problematika yang berasifat epistemologis. Dakwah pada era sekarang bukan hanya bersifat rutinitas, temporal dan instan, melainkan dakwah membutuhkan paradigma keilmuan. Dengan adanya keilmuan dakwah tentunya hal-hal yang terkait dengan langkah srategis dan teknis dapat dicari runjukannya melalui teori-teori dakwah. Ketiga, problem yang menyangkut sumber daya manusia.
      Oleh karena itu dakwah akan mempunyai suatu tugas pembentukan individu, pembinaan umat, pembangunan masyarakat dan mencerdaskannya. Dakwah mengandung lingkup yang sangat luas ruang lingkupnya seluas kehidupan manusia itu sendiri. Dakwah tidak terbatas kepada tabligh tapi dapat pula berbentuk tindakan dan perbuatan nyata. Dakwah dimanivestasikan dalam kehidupan sehari-hari seperti dikantor, bergaul dengan tetangga, di pasar, bergaul dengan sesama. Dengan demikian opini publik tentang Islam menjadi baik, timbul rasa senang dan simpati yang pada akhirnya ingin mengelompokkan diri ke dalam kelompok muslim yang taat.
                  Agar supaya dakwah dalam konteks kekinian dan kedisinian kita dapat berdaya guna dan berhasil guna maka diperlukan para juru dakwah yang professional dengan kemampuan ilmiah, wawasan luas yang bersifat generalis, memiliki kemampuan penguasaan, kecakapan, kekhususan yang tinggi. Orang yang seperti ini adalah orang yang percaya diri, berdisiplin tinggi, tegar dalam berpendirian dan memilik integritas moral keprofesionalan yang tinggi. Mampu bekerja secara perorangan dan secara tim dengan sikap solidaritas atas komitmen dan konsisten yang teruji kokoh. Untuk menjadi tenaga dakwah yang professional, menurut Prof. Dr. H. Djudju Sudjana (1999), seorang da’i harus memiliki tiga kompetensi, yaitu kompetensi akademik, kompetensi pribadi, dan kompetensi sosial.
                  Mendakwahkan Islam berarti memberikan jawaban Islam terhadap berbagai permasalahan umat. Karenanya dakwah Islam selalu terpanggil untuk menyelasaikan berbagai permasalahan yang sedang dan akan dihadapi oleh umat manusia. Meskipun misi dakwah dari dulu sampai sekarang tetap sama yaitu mengajak umat manusia kedalam sistem Islam, namun tantangan dakwah berupa problematika umat senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Untuk mengatasi berbagai persoalan diatas, tidak cukup hanya dengan melakukan program dakwah yang konvensional, sporadis, proaktif, dan reaktif, tetapi harus bersifat profesional, strategis, dan pro-aktif. 
                 
            Sukses tidaknya suatu kegiatan dakwah bukanlah diukur melalui gelak tawa atau tepuk riuh pendengarnya, bukan pula dengn ratap tangis mereka. Kesuksesan dakwah dapat dilihat pada bekas yang ditinggalkan dalam benak pendengarnya ataupun tercermin dalam tingkah laku mereka. Untuk mencapai hasil yang maksimal, tidak dapat lain dakwah Islam harus dilaksanakan secara efektif. Efektifitas dapat diartikan sampai dimana suatu organisasi dapat mencapai tujuan-tujuan utama yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan proses dakwah, maka efektifitas dakwah dapat diukur melalui tingkat keberhasilan dakwah dalam mencapai tingkta out put  sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, yaitu terbentuknya kondisi yang Islami.


BAB III
KESIMPULAN
            Berdakwah yang merupakan hal terpenting dalam  menjalankan ajaran agama haruslah berjalan seefektif mungkin. Untuk melihat efektifitas berdakwah, pendakwah selayaknya mengetahui segala aspek yang mendukung berjalanya dakwah yang efektif terutama dalam aspek keadaan sosial kemasyarakatan. Karena seperti keadaan sosial di perkotaan sangat berbeda dengan keadaan sosial di masyarakat pedesaan yang menjadikan metode, materi dan sifat pendakwah pun harus berbeda menyesuaikan kondisi masyarakat yang ada.
            Untuk dakwah di pedesaan dilihat dari aspek ciri-ciri masyarakat, keadaan sosial masyarakatnya  dapat disimpulakn bahwa dakwah di daerah pedesaan yang efektif haruslah: menggunakan  metode intrapersonal(langsung) dalam  meyampaikan dakwahnya, materi dakwah harus bersifat agamis seperti masalah ibadah, fikih dan akhlak, mengutamankan citra da’i, da’I harus bersifat otorites namun tetap mempunyai jiwa sosial yang  tinggi dan dakwah harus bersifat informatif  persuasif bukan yang hanya bersifat informatif saja sehingga aspek ilmu dan perbuatannya bisa dapat dilakukan oleh masyarakat desa.
            Pada masyarakat kota ada beberapa ciri-ciri yang menonjol, pada umumnya masyarakat kota dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain; masyarakat kota mempunyai jalan pikiran rasional yang meenyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi; jalan kehidupan yang cepat di kota mengakibatkan pentingnya faktor waktu sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu; dan perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar. Beberapa ciri-ciri masyarakat kota yang selalu berusaha meningkatkan kualitas hidupnya dan terbuka dalam menerima pengaruh luar tersebut menyebabkan teknologi terutama teknologi informasi berkembang dengan pesat dalam masyarakat kota karena bagi masyarakat kota penggunaan teknologi informasi di segala bidang telah sangat signifikan meningkatkan kualitas kehidupan mereka.


Daftar Pustaka
Anjara. Dakwah di Pedesaan dan di Perkotaan. 07 November 2016
http://anjarraa24.blogspot.co.id/2014/07/dakwah-di-perkotaan-dan-di-pedesaan.html



           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar